DPRDSU: Lambannya Keluar SP3 Kasus Bupati Nias Sarat Muatan POlitis -
Medan (SIB)
Ketua Fraksi PDS (Partai Damai Sejahtera) DPRD Sumut DR (HC) Drs Toga Sianturi menilai, lambannya keluar SP3 (Surat Penghentian Penyidikan Perkara) kasus tuduhan korupsi dana PSDA (Provisi Sumber Daya Alam) sebesar Rp2,3 miliar terhadap Bupati Nias Binahati B Baeha SH, oleh Kajatisu sarat muatan politis dan diduga ada ‘pesanan sponsor’ untuk mengganjal Binahati maju menjadi calon Pilkada Nias.
“Tidak tertutup kemungkinan masalah Bupati Nias ini sengaja dipolitisir oleh kelompok-kelompok tertentu demi kepentingan segelintir oknum maupun golongan menjelang Pilkadasung di Kabupaten Nias. Bahkan diduga ada pesanan sponsor untuk menghadang majunya Binahati dalam pencalonan,” ujar Toga Sianturi kepada wartawan, Kamis (29/12) di DPRD Sumut.
Jika kasus ini murni penegakan hukum, ujar mantan Pamen Polri ini, sudah seharusnya Kajatisu mengeluarkan SP3 tersebut, sebab berdasarkan audit total BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) terhadap penggunaan dana PSDA di sektor kehutanan itu, tidak ada ditemukan bukti-bukti penyelewengan maupun kerugian negara.
Dalam kaitan ini, kata Toga Sianturi, kalangan anggota legislatif merasa heran, kenapa Kajatisu belum mengeluarkan SP3-nya, apakah sengaja ‘menggantung-gantung’ status hukum Binahati atau ingin menghalanginya maju mencalonkan diri dalam Pilkadasung yang akan berlangsung di Kabupaten Nias.
“Selaku aparat penegak hukum hendaknya Kajatisu melihat kasus ini secara objektif, apalagi auditor BPK menyatakan penggunaan dana PSDA yang bersumber dari APBD Nias ini telah sesuai dengan peruntukannya dan telah dipertanggungjawabkan dalam paripurna DPRD Nias melalui LPj Bupati dan jelas tidak ada unsur korupsi seperti yang dituduhkan lawan-lawan politiknya,” ujar Toga yang juga mantal Dir Intelkam Poldasu itu.
Toga juga mengungkapkan rasa herannya, bahwa Kejatisu telah melakukan pemeriksaan terhadap Bupati Nias berulang-ulang, tapi hingga kini tidak ada ‘ujung pangkalnya’ alias tidak ada kepastian hukumnya, apakah Binahati bersalah atau tidak menjadi pertanyaan besar bagi publik.
“Jika Binahati tidak terbukti melakukan tindak pidana korupsi seperti yang disampaikan BPK, kenapa Kajatisu tidak mengeluarkan SP3-nya, ada apa ini,” ujar Toga Sianturi sembari menambahkan, jangan sampai masyarakat menilai oknum-oknum di Kejatisu menjadikan kasus korupsi para pejabat sebagai ‘sumber aspirasi’.
Dalam kasus ini Toga Sianturi bukan membela Bupati Nias, tapi menegakkan hukum dan menyuarakan ‘suara kebenaran’, sebab sangat tidak etis, jika orang yang tidak bersalah dituduh mengkorupsi uang negara, akibatnya bukan Binahati saja yang tersiksa, tapi juga harga diri keluarganya ikut ‘diinjak-injak’ oknum yang memiliki kepentingan tertentu.
“Kita harapkan Kejatisu bersikap arif dan bijaksana dengan segera mengeluarkan SP3 terhadap kasus yang menimpa Bupati Nias tersebut, sebab dengan tidak adanya kepastian hukum, membuat Binahati bersama keluarganya menjadi teraniaya dan telah dihukum publik,” katanya.
Padahal, ujar anggota Komisi B ini, negara Indonesia menganut sistem perundang-undangan azas praduga tak bersalah dan lebih baik melepaskan seribu orang yang bersalah, ketimbang menghukum seorang yang tidak bersalah. (A13/d)
Medan (SIB)
Ketua Fraksi PDS (Partai Damai Sejahtera) DPRD Sumut DR (HC) Drs Toga Sianturi menilai, lambannya keluar SP3 (Surat Penghentian Penyidikan Perkara) kasus tuduhan korupsi dana PSDA (Provisi Sumber Daya Alam) sebesar Rp2,3 miliar terhadap Bupati Nias Binahati B Baeha SH, oleh Kajatisu sarat muatan politis dan diduga ada ‘pesanan sponsor’ untuk mengganjal Binahati maju menjadi calon Pilkada Nias.
“Tidak tertutup kemungkinan masalah Bupati Nias ini sengaja dipolitisir oleh kelompok-kelompok tertentu demi kepentingan segelintir oknum maupun golongan menjelang Pilkadasung di Kabupaten Nias. Bahkan diduga ada pesanan sponsor untuk menghadang majunya Binahati dalam pencalonan,” ujar Toga Sianturi kepada wartawan, Kamis (29/12) di DPRD Sumut.
Jika kasus ini murni penegakan hukum, ujar mantan Pamen Polri ini, sudah seharusnya Kajatisu mengeluarkan SP3 tersebut, sebab berdasarkan audit total BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) terhadap penggunaan dana PSDA di sektor kehutanan itu, tidak ada ditemukan bukti-bukti penyelewengan maupun kerugian negara.
Dalam kaitan ini, kata Toga Sianturi, kalangan anggota legislatif merasa heran, kenapa Kajatisu belum mengeluarkan SP3-nya, apakah sengaja ‘menggantung-gantung’ status hukum Binahati atau ingin menghalanginya maju mencalonkan diri dalam Pilkadasung yang akan berlangsung di Kabupaten Nias.
“Selaku aparat penegak hukum hendaknya Kajatisu melihat kasus ini secara objektif, apalagi auditor BPK menyatakan penggunaan dana PSDA yang bersumber dari APBD Nias ini telah sesuai dengan peruntukannya dan telah dipertanggungjawabkan dalam paripurna DPRD Nias melalui LPj Bupati dan jelas tidak ada unsur korupsi seperti yang dituduhkan lawan-lawan politiknya,” ujar Toga yang juga mantal Dir Intelkam Poldasu itu.
Toga juga mengungkapkan rasa herannya, bahwa Kejatisu telah melakukan pemeriksaan terhadap Bupati Nias berulang-ulang, tapi hingga kini tidak ada ‘ujung pangkalnya’ alias tidak ada kepastian hukumnya, apakah Binahati bersalah atau tidak menjadi pertanyaan besar bagi publik.
“Jika Binahati tidak terbukti melakukan tindak pidana korupsi seperti yang disampaikan BPK, kenapa Kajatisu tidak mengeluarkan SP3-nya, ada apa ini,” ujar Toga Sianturi sembari menambahkan, jangan sampai masyarakat menilai oknum-oknum di Kejatisu menjadikan kasus korupsi para pejabat sebagai ‘sumber aspirasi’.
Dalam kasus ini Toga Sianturi bukan membela Bupati Nias, tapi menegakkan hukum dan menyuarakan ‘suara kebenaran’, sebab sangat tidak etis, jika orang yang tidak bersalah dituduh mengkorupsi uang negara, akibatnya bukan Binahati saja yang tersiksa, tapi juga harga diri keluarganya ikut ‘diinjak-injak’ oknum yang memiliki kepentingan tertentu.
“Kita harapkan Kejatisu bersikap arif dan bijaksana dengan segera mengeluarkan SP3 terhadap kasus yang menimpa Bupati Nias tersebut, sebab dengan tidak adanya kepastian hukum, membuat Binahati bersama keluarganya menjadi teraniaya dan telah dihukum publik,” katanya.
Padahal, ujar anggota Komisi B ini, negara Indonesia menganut sistem perundang-undangan azas praduga tak bersalah dan lebih baik melepaskan seribu orang yang bersalah, ketimbang menghukum seorang yang tidak bersalah. (A13/d)
Sumber: hariansib Online, Jum'at, 30 Desember 2005
Title : DPRDSU: Lambannya Keluar SP3 Kasus Bupati Nias Sarat Muatan POlitis ► SEOer Mendem ►
URL : https://seomendem.blogspot.com/2005/12/dprdsu-lambannya-keluar-sp3-kasus_30.html
Jangan lupa untuk membagikan artikel DPRDSU: Lambannya Keluar SP3 Kasus Bupati Nias Sarat Muatan POlitis ini jika bermanfaat bagi sobat.
0 komentar | add komentar
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.